Ujung Penantian

 

Ujung Penantian

‘Tak usah datang menjemput dan tak usah menungguku. Teruslah berjalan ke depan, dan aku akan lari mengejar. Jangan khawatir, kaki ini masih belum sampai batasnya. Aku pasti akan datang mendampingi di sampingmu.’

Aku tidak bisa melupakannya. Semakin aku berusaha untuk menghapus ingatanku tentangnya, semakin membuatku sakit. Lagi, aku berkeluyuran di taman melepaskan rinduku padanya yang entah berada dimana. Mengingat tempat-tempat yang pernah kami kunjungi bersama, membuatku tersenyum getir.

Petikan gitar terdengar. Samar, sebuah lagu didendangkan di bawah gelapnya langit malam yang bertabur bintang. Sebuah lagu yang sangat familiar bagiku. Layaknya ilusi, suara yang kurindukan  kembali kudengar, membuat hatiku berdegup kencang.

Kulangkahkan kakiku mencari sumber suara itu. Di sana, aku melihatnya. Seorang pria yang tengah duduk dengan tangan yang memetikakan senar gitar dengan lihainya. Aku mendekatinya, ingin mendengar nyanyiannya atau mungkin ikut bernyanyi bersama.

“Nana?” panggil pria itu.

 Aku sedikit terperanjat mendengarnya memanggil namaku. Semakin kudekati, semikin jelas wajahnya. Antha? pria yang kurindukan menyanyikan lagu yang biasa aku dan dia nyanyikan saat bersama.

Manik matanya menatapku tajam, membuatku larut dalam tatapan itu. Buliran embun membasahi pipiku, direngkuhnya tubuhku dalam pelukannya. Pelukan hangat yang selalu membuatku nyaman. Tangannya mengelus-elus rambutku lembut.

“Nana, maafkan aku.” Ucapnya.

“Jahat, kamu jahat,”

“Aku benar-benar minta maaf. Maaf, karena melepaskanmu begitu saja.”

Tangannya menangkup wajahku kearahnya. Melihatnya di hadapanku, bagaimana mungkin aku bisa melupakan wajah ini dengan mudah.

“Kenapa baru sekarang kamu datang? Aku disini lelah menunggumu. Menunggu dalam kesendirian tanpa kepastian,” tanyaku disela isakan tangisku.

“Aku pikir, dengan melepaskanmu bisa membuatmu melupakanku,” jelasnya.

“Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu? Dengan janji yang telah kau ucapkan untuk berada disisiku?”

“Apa kau masih mencintaiku?” tanyanya tulus menghiraukan pertannyaanku.

“Bodoh, kenapa harus menanyakan itu? Tentu saja aku masih mencitaimu.”

Dia hanya tersenyum mendengar jawabanku. Dikecupnya keningku lembut dan kembali menarikku dalam pelukannya.

“Jangan pergi dan jangan membuatku menunggu sendiri lagi!” pelukannya semakin erat memelukku, dan penantianku telah sampai pada ujungnya.

The End


Hallooo, jadi ini adalah cerpen yang udah aku buat sekitar tahun 2015 dan udah lamaaa banget mengendap dilaptop tercintaku :) semoga kamu suka ya sama ceritanyaaa, jangan lupa komen yak :)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kitab hukum adat lampung

reaksi antara soda kue dan asam cuka

indikasi larutan asam basa